Tampilkan postingan dengan label produksi garam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label produksi garam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Februari 2018

Import Garam, Kok Bisa ? Bagian 3

Masalah tata niaga garam adalah salah satu penyebab industri garam di Indonesia tidak berkembang. Praktek oligopsoni dan oligopoli inilah yang menjadi lingkaran setan masalah tata niaga garam tersebut. Praktek oligopsoni terjadi pada sisi petani garam yang jumlahnya ribuan orang yang menghasilkan garam rakyat terhadap pembeli garamnya yang jumlahnya sangat sedikit. Praktek ini menimbulkan pihak pembeli garam menjadi sangat berkuasa dalam menentukan harga belinya atau harga jual petani garam. Sehingga untuk mengatasi hal ini, jumlah pembeli seharusnya ditambah hingga rasio yang seimbang. Pembeli-pembeli itu bisa saja sejumlah industri hilir pengolahan garam yang menggunakan bahan baku dari garam-garam rakyat tersebut. Apabila jumlah industri hilir ini banyak bermunculan dan membeli produk-produk garam rakyat tersebut maka dengan rasio penjual (produsen) dan pembeli (konsumen) seimbang praktek oligopsoni bisa dihindari. 
Sedangkan praktek oligopoli terjadi pada perusahaan importir garam yang jumlahnya sangat sedikit terhadap industri-industri yang jumlahnya sangat banyak sebagai pengguna garam industri. Praktek ini menimbulkan pihak penjual yakni para importir garam tersebut menjadi sangat berkuasa untuk menentukan harga jual garam industri yang sangat dibutuhkan oleh banyak industri tersebut. Apalagi banyak beredar berita miring bahwa banyak garam industri dari import tersebut merembes atau masuk ke pasar garam konsumsi. Hal ini karena garam industri tertentu harganya murah dibandingkan dengan garam konsumsi dan secara kasat mata tidak bisa dibedakan antara keduanya serta hampir mustahil konsumen ritail untuk mengandakan analisa laboratorium garam-garam tersebut. Sehingga solusinya yang menambah jumlah importir garam sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak atau dibuat seimbang dengan jumlah pembelinya, bukan malah importir garam industri yang jumlahnya cuma sedikit itu ditambah kuota importnya, sehingga garam menjadi semakin "manis" bagi mereka, bukannya asin seperti yang kita rasakan. Selain itu pada masa menjelang dan sesudah panen raya garam rakyat, perlu penyesuaian jumlah import garam industri, sehingga produksi petani garam akan lebih terserap. Hal ini karena sejumlah garam rakyat bisa memenuhi spesifikasi garam industri. Dan solusi untuk masalah kedua yakni dengan membuat sejumlah aturan yang tegas terhadap pelaku-pelaku pasar yang melanggar aturan tersebut. 

Penggunaan teknologi modern juga penting untuk diterapkan, tetapi apabila praktek oligopsoni dan oligopoli seperti penjelasan diatas tidak diatasi maka peran teknologi tersebut menjadi kurang berarti. Apalagi secara umum semakin canggih teknologi juga memerlukan biaya investasi yang mahal dan juga SDM berkualifikasi tinggi, tentu ini juga semakin menyulitkan untuk pengembangan sektor industri garam tersebut, apabila masalah tata niaga buruk tidak diatasi. Sehingga selain sisi teknis, aspek non teknis seperti kebijakan tata niaga yang baik dan aturan tegas yang diterapkan, diharapkan akan bisa memperbaiki industri garam tersebut. 

Rabu, 31 Januari 2018

Import Garam Kok Bisa, Bagian 2


Berdasarkan grafik diatas, ada sejumlah garam rakyat yang telah mampu memenuhi spesifikasi garam industri. Tetapi karena kebutuhan garam industri yang besar sehingga untuk mencukupinya masih dibutuhkan import yang volumenya rata-rata 2 juta ton/tahun. Dari sini juga bisa terlihat bahwa menaikkan kualitas garam juga bisa menjadi peluang bisnis, untuk subtitusi garam import tersebut. Proses pemurnian garam yang ekonomis sehingga bisa kompetitif dengan garam industri import, menjadikan garam industri yang dihasilkan menjadi pilihan industri pemakai garam di Indonesia.

Peluang bisnis menarik adalah produksi garam industri untuk industri farmasi dan pro-analisis, hal ini karena secara ekonomis harga garam industri untuk farmasi dan analisis memiliki harga yang mahal dan saat ini juga masih import. Sebagian garam farmasi saat ini telah bisa diproduksi di dalam negeri oleh BUMN yakni Kimia Farma. Dibandingkan garam industri untuk industri kimia, garam farmasi dan pro-analisis tersebut jauh lebih mahal. Hal ini sepadan dengan diperlukan teknologi dan peralatan canggih untuk menghasilkan garam tersebut, yang memerlukan kemurnian garam sangat tinggi dengan sejumlah mineral tertentu yang dibatasi konsentrasinya, misalnya Mg dan Ca tidak boleh melebihi 50 ppm, sulfat kurang dari 150 ppm dan sebagainya.
Pabrik Garam Akzo Nobel di Belanda
Pabrik Garam Esco-European Salt 
Pabrik-pabrik garam di luar negeri terutama di Eropa telah menggunakan teknologi proses yang maju untuk produksi garam tersebut dan sebagian besar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, sebagai contoh Akzo Nobel di Belanda berdasarkan teknologi vakum, sehingga titik didih air dalam garam menjadi rendah. Tetapi bahan baku yang digunakan bukan air laut, tetapi air asin atau air garam mentah dari tambang garam atau danau asin dan menggunakan energi berupa steam atau listrik. Akzo Nobel juga menghasilkan garam dengan cara elektrolisis sehingga dihasilkan garam dengan kemurnian tinggi. Esco-European Salt Company, bahkan memiliki beberapa pabrik di Eropa memproduksi beberapa jenis garam seperti garam dapur, garam farmasi, garam industri dan garam untuk diet, serta menghasilkan juga untuk “water softening” yang banyak digunakan dalam proses industri. Pabrik-pabrik pengolahan garam tersebut seharusnya banyak dibangun di Indonesia terutama di sentra-sentra produksi garam. Ribuan petani garam juga akan diuntungkan dan import garam dari luar juga bisa diturunkan, dihindari bahkan Indonesia menjadi eksportir garam-garam berkualitias tinggi tersebut. 

Senin, 08 Januari 2018

Import Garam, Kok Bisa?

Tabel Komposisi Air Laut Menurut Rilley dan Skirrow
Air di bumi sangat banyak, diperkirakan berjumlah 1.360 juta km3. Sedangkan pembagiannya 97,2% adalah air asin di lautan dan samudera, dan hanya 2,8% adalah air tawar yang terbagi menjadi tiga bentuk (padat, cair dan gas). Air asin itulah sumber bahan baku produksi garam. Air asin dari laut dan danau asin sebagai bahan baku produksi garam seluruh dunia dengan prosentase mencapai 40%,  selanjutnya tambang garam juga mencapai porsi 40%, dan sisanya dari air asin dalam tanah. Indonesia adalah negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia, sehingga akses untuk mendapatkan air asin untuk produksi garam sangat mudah dan berlimpah. Seharusnya untuk memproduksi garam juga tidak ada masalah, sehingga cukup bahkan berlimpah sehingga bisa dijual ke negara-negara lain yang membutuhkan. Tetapi faktanya Indonesia malah import garam besar-besaran dari negara lain yang rata-rata 2 juta ton pertahun dengan sebagian besar dari Australia. 
Ternyata produksi garam Indonesia hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan untuk garam konsumsi, sedangkan untuk kebutuhan garam industri kebutuhannya masih belum tercukupi, sehingga import yang sangat banyak tersebut. Ada 2 hal permasalahan mendasar pada produksi garam Indonesia, yakni kualitas dan kuantitas. Dari sisi kualitas ternyata untuk mendapatkan kualitas yang standar dan stabil sehingga bisa diterima oleh industri masih kesulitan. Industri mensyaratkan tingkat kemurnian garam tertentu misalnya NaCl minimum 95%  dan juga kandungan sejumlah mineral dengan kadar tertentu. Sedangkan dari sisi kuantitas atau produktivitas garam per hektarnya, di Indonesia berada dikisaran rata-rata 60 ton/hektar, sedangkan di Australia bisa mencapai 350 ton/hektar. Indonesia juga hanya menempati peringkat 36 dalam kapasitas produksi garam. Di titik inilah faktor teknologi produksi yang efektif dan efisien untuk produksi garam tersebut.



"(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama berat/ukuran dan harus dari tangan ke tangan (tunai). Jika jenisnya tidak sama, maka jual beli-lah sesuka kalian asalkan dari tangan ke tangan (tunai)". (HR. Bukhari)

Dari hadist diatas mengindikasikan bahwa garam adalah barang kebutuhan manusia yang akan terus ada sampai hari kiamat. Sehingga produksi garam juga harus terus diusahakan hingga hari kiamat. Selain itu garam juga memiliki kedudukan yang penting, karena disampaikan berurutan dalam hadist diatas. Kaidahnya bila sesuatu disebut berurutan di dalam Al Qur'an atau Hadist yang sahih, maka ada tingkat kepentingan yang relatif sama satu sama lain, atau yang disebut lebih sebagian yang dipentingkan. Artinya juga garam ini nyaris sepenting emas dan perak yang merepresentasikan uang, bahkan garam bisa benar-benar digunakan sebagai alat tukar sebagaimana hadist di atas.

Sementara untuk garam konsumsi semua orang sudah mengetahui penggunanaannya, ternyata penggunaan garam juga sangat luas dan sangat penting bagi sejumlah industri. Hal ini juga semakin membuktikan akan kebenaran hadist Nabi SAW di atas. Sejumlah industri yang membutuhkan garam berikut kadar NaCl minimal telah ditampilkan dalam skema diatas. Ternyata sebagian besar industri pengguna garam di atas adalah industri hulu, artinya produk-produk industri hulu tersebut adalah bahan baku dari industri-industri hilir, misalnya NaOH dibutuhkan untuk produksi sabun dan sebagainya, bahkan lebih dari 50% industri kimia menggunakan garam dalam proses produksinya. Dari sini saja sudah semakin terlihat betapa pentingnya garam tersebut.

Apa saja industri hilir yang menggunakan bahan baku produk industri hulu yang diproduksi dengan menggunakan garam tersebut? Chlor alkali plant atau pabrik soda api (caustic soda) yang menghasilkan NaOH selanjutnya menjadi bahan baku pada industri kertas, industri PVC, sabun (deterjen) dan tekstil. Caustic soda juga digunakan sebagai bahan baku untuk produk seperti plastik, lem, tinta, coating dan pelarut. Kemudian pada pabrik soda abu atau pabrik natrium karbonat yang menghasilkan Na2CO3 penggunaannya untuk industri kaca, kertas, pelarut dan sebagainya. Hampir 75% dari garam industri dikonsumsi oleh industri kimia (NaCl minimal 96%), sehingga bisa dikatakan industri kimia mendominasi kebutuhan garam industri, kemudian diikuti industri aneka pangan, industri perminyakan, penyamakan kulit, pakan ternak/ikan,  water treatment, es batu dan industri farmasi.
Prosentase Penyerapan Garam
Apabila lebih diperinci kebutuhan garam untuk berbagai sektor industri tersebut, maka daftarnya bisa sangat panjang. Sebagai gambaran beberapa diantaranya yakni, pada industri pangan, garam dibutuhkan pada industri mie, bum bumbu masak, biskuit, minuman, gula, kecap, mentega, aneka makanan ringan dan pengalengan ikan. Pada bidang farmasi garam digunakan sebagai bahan baku infus, produksi tablet, pelarut vaksin, sirup, oralit, cairan pencuci darah, minuman kesehatan dan lain-lain. Garam digunakan juga di industri penyamakan kulit, industri perminyakan dan industri water treatment. Garam sebagai komoditas pokok yang dibutuhkan baik oleh masyarakat dan industri, karena perannya begitu penting bahkan semasa Raffles berkuasa, pada 1813 maka dibuat aturan monopoli garam oleh pemerintah yang menyangkut produksi dan distribusinya.
Kebutuhan akan garam industri meningkat tajam setiap tahun dibandingkan garam konsumsi, yakni rata-rata berkisar 7% untuk garam industri tetapi hanya 0,4% untuk garam konsumsi. Kementrian Perindustrian memproyeksikan kebutuhan garam untuk industri akan terus meningkat sekitar 50.000 ton per tahun. Tingginya kebutuhan garam tersebut terutama oleh pesatnya pertumbuhan industri pangan. Semakin besar kebutuhan sementara pasokan atau produksi dalam negeri tidak mencukupi maka importlah pilihannya. Dan hal tersebut berarti semakin menambah ketergantungan import, yang seharusnya kita hindari. Bagi siapa saja yang tertarik untuk memberi solusi masalah garam ini, silahkan berdiskusi lebih lanjut dengan menulis email di eko.sbs@gmail.com