PLTU batubara adalah salah satu jenis instalasi pembangkit
listrik dimana tenaga listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap
(steam turbine) yang dihasilkan dari pemanasan menggunakan batubara. PLTU
batubara merupakan sumber utama dari listrik dunia saat ini. Sekitar 60%
listrik dunia saat ini bergantung pada batubara, hal ini dikarenakan PLTU
batubara bisa menyediakan listrik dengan harga murah. Kelemahan utama PLTU batubara
adalah pencemaran emisi karbon sangat tinggi, paling tinggi dibanding bahan
bakar lain. Lebih jauh batubara yang merupakan bahan bakar fossil juga merupakan
carbon positive, sedangkan biomasa merupakan energi terbarukan dan carbon
neutral.
Pada PLTU batubara sebagai upaya untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan, maka telah dikembangkan sistem peralatan yang
mampu memisahkan gas-gas polutan seperti SOx dan NOx dalam gas buang dari
pembakaran batubara. Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap
batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam fasilitas flue gas desulfurization (FGD) dan kemudian disemprotkan
udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas
SO3 tersebut didinginkan dengan air, H2O sehingga terjadi reaksi dengan air
tersebut dan membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat tersebut selanjutnya
direaksikan dengan batu kapur, Ca(OH)2 sehingga didapat pemisahan berupa gipsum,
CaSO4·2H2O atau kalsium sulfat. Selanjutnya gas buang
yang keluar dari unit FGD tersebut sudah sekitar 90% terbebas dari senyawa
oksida sulfur (SOx) sehingga bisa diterima ambang emisi SOx yang
dipersyaratkan.
Sebagian besar sistem FGD menggunakan dua tahap: pertama untuk
menghilangkan abu terbang (fly ash) dan yang kedua, untuk menghilangkan SO2.
Upaya telah dilakukan untuk menghilangkan fly ash dan SO2 dalam satu kolom
scrubber. Namun, sistem ini mengalami masalah perawatan parah dan efisiensi pemisahan
SO2 yang rendah. Dalam sistem wet scrubber, gas buang biasanya pertama melewati
melalui alat pemisahan fly ash, baik pengendap elektrostatik atau baghouse, dan
kemudian ke absorber SO2.
Hasil samping berupa gipsum sintetis tersebut memiliki
senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam. Penggunaan FGD dalam unit
pembangkit listrik batubara selain mengurangi sumber polutan penyebab hujan
asam yakni senyawa oksida sulfur (SOx), hasil samping berupa gipsum yang dihasilkan
juga memiliki nilai ekonomi. FGD selain umum
digunakan pada pltu batubara juga digunakan pada incinerator limbah untuk
maksud yang sama. Pada Juni 1973, ada 42 unit FGD yang beroperasi, 36 di Jepang
dan 6 di Amerika Serikat, dengan kapasitas mulai dari 5 MW hingga 250 MW. Pada
sekitar tahun 1999 dan 2000, unit FGD sedang digunakan di 27 negara, dan ada
678 unit FGD yang beroperasi pada kapasitas total pembangkit listrik sekitar
229 gigawatt. Sekitar 45% kapasitas FGD berada di AS, 24% di Jerman, 11% di
Jepang, dan 20% di berbagai negara lain. Sekitar 79% dari unit, mewakili
sekitar 199 gigawatt kapasitas, menggunakan kapur basah. Sekitar 18% (atau 25
gigawatt) menggunakan spray-dry scrubbers atau sorbent injection systems.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar