Adaptasi dari Nancy
Leveson, Massachusetts Institute of Technology, & Sidney Dekker, Griffith
University
Fakta sering menyatakan bahwa operator atau pekerja
maintenance penyebab kecelakaan antara 70-90%. Kenyataannya memang operator
disalahkan atas kejadian tersebut dengan prosentase 70-90%. Dan hampir pada
semua investigasi kecelakaan maka akan berfokus pada mencari seseorang atau
sesuatu untuk disalahkan. Sebagai hasilnya akan tidak ada pembelajaran dan
banyak saling tunjuk karena tidak seorangpun mau menjadi fokus dari kesalahan
tersebut. Ada 3 level untuk menganalisa kecelakaan atau kejadian berbahaya :
1.
Apa – terkait hal-hal yang terjadi misalnya
valve failure atau ledakan.
2.
Siapa dan bagaimana – terkait kondisi yang
mendorong kejadian tersebut, sebagai contoh, rancangan valve yang buruk
3.
Mengapa – faktor sistemik yang mengarah pada
siapa dan bagaimana, sebagai contoh, proses produksi, kegagalan rancangan
proses, kegagalan pelaporan proses dan sebagainya.
Dengan menerapkan pemikiran sistemik pada process safety,
kita mungkin akan memperkaya wawasan dari kecelakaan dan kejadian-kejadian
membahayakan, pada operasional pabrik dan melakukan pencegahan serta antisipasi
lebih baik akan hal-hal tersebut.
Pemikiran sistemik adalah sebuah pendekatan untuk mengatasi masalah
tidak hanya pada kebiasan suatu komponen sistem tersebut tetapi pada konteks dimana kebiasaan itu terjadi. Pemikiran
sistemik dapat menyediakan pengetahuan pada hal-hal mendasar tidak hanya pada
gejala-gejala yang nampak. Apabila
mengisolasi kebiasaan operator dari sistem yang melingkupinya maka hal tersebut
akan mencegah atau mengurangi pemahaman penuh mengapa suatu kecelakaan tersebut
terjadi dan peluang belajar darinya.
Kita tidak ingin hanya tergantung pada pelajaran masa lalu
bagaimana meningkatakan safety. Perspektif yang sempit dari investigasi suatu
kecelakaan dan kejadian berbahaya sering menghancurkan peluang untuk
memperbaiki dan mempelajarinya. Saat ini umumnya sejumlah penyebab kejadian
telah diidentifikasi tetapi tidak tercatat karena masalah pelaporan kecelakaan
terkait filtering dan subjectivity, yang sering melibatkan politik organisasi
pabrik yang bersangkutan.
Investigasi biasanya berfokus pada kesalahan operator atau
kesalahan teknis, sementara mengabaikan kesalahan akibat keputusan manajemen,
masalah budaya safety perusahaan, keterbatasan peraturan dan sebagainya. Pada
hampir semua kecelakaan besar, semua faktor tersebut diatas memiliki
kontribusi, sehingga pencegahan kecelakaan pada masa mendatang membutuhkan
hal-hal tersebut diidentifikasi dan dievaluasi. Manajemen sebagai penyebab
faktor sebagai contoh, tekanan untuk meningkatkan produktivitas, mungkin
merupakan hal penting untuk pencegahan kecelakaan pada masa mendatang, tetapi
hal ini hampir selalu diabaikan pada pelaporan kecelakaan (accident report).
Sebagai akibatnya mereka hanya memperbaiki gejala-gejala yang muncul tanpa
memperbaiki proses yang mendorong terjadinya gejala-gejala tersebut.
Tanpa memperbaiki kegagalan proses, berarti hanya masalah
waktu saja ketika akan terjadi kecelakaan selanjutnya dan sebenarnya juga tidak
ada perbaikan riil terkait hal tersebut. Sebagai contoh laporan kecelakaan
mengidentifikasi karena desain valve yang buruk sebagai penyebab, dan sarannya
adalah dengan mengganti valve tersebut dan kemungkinan juga menggunakan jenis
desain yang sama. Sehingga pada dasarnya tidak terjadi investigasi pada
kegagalan engineering-nya yang membuat rancangannya buruk melalui perancangan
dan mereview prosesnya.
Secara tradisional kesalahan operator sebagai penyebab utama
kecelakaan. Kemudian solusi umum yang
dipilih adalah terhadap operator tersebut adalah memberi peringatan, memecat
atau memberikan training (pelatihan). Alternatif
lainnya adalah mendisiplinkan kerja mereka termasuk membatasi hal-hal yang
dianggap tidak praktis untuk tidak dilakukan atau memarjinalkan mereka dari
proses dengan menambah otomatisasi. Pendekatan ini biasanya tidak memberikan
hasil jangka panjang dan hanya mengubah kesalahan kesalahan daripada
mengeliminasi atau mengurangi kesalahan pada umumnya.
Pemikiran sistemik mempertimbangkan bahwa kesalahan manusia
adalah gejala, bukan penyebab. Semua kebiasaan manusia terkait dengan kontek
hal yang terjadi. Untuk memahami
kesalahan tersebut, kita harus melihat sistem tersebut secara
keseluruhan, seperti rancangan peralatan, prosedur yang tidak berguna, konflik
yang ada terkait tujuan dan tekanan pada produksi. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa
human error adalah gejala dari sistem yang butuh untuk dirancang ulang. Tetapi
daripada mengubah sistem, mengubah manusia akan lebih efektif.
Sebagai contoh, sebuah kecelakaan sering didahului oleh
pelaporan yang tidak memadai pada system pelaporan kesalahan resmi (official
error-reporting system). Setelah terjadi kecelakaan, laporan investigasi
merekomendasikan operator untuk training tambahan pada sistem pelaporan dan butuh untuk selalu
melaporkan masalah sebagai penekanan. Tidak seorangpun melihat mengapa operator
tidak menggunakan sistem tersebut. Hal itu terjadi karena sistem sulit untuk
digunakan, laporan-laporan tampaknya hanya ditumpuk dan dibaikan begitu saja.
Jalan tercepat dan termudah, adalah menangani masalah potensial yang dihadapi
secara langsung atau mengabaikannya berdasar asumsi pada saat kejadian serupa.
Tanpa perbaikan sistem pelaporan kesalahan (error-reporting system) itu
sendiri, tidak banyak perbaikan melalui mentraining ulang operator tentang cara
penggunaannya, khususnya mereka mereka
mengetahui cara menggunakannya tetapi hanya diabaikan karena alasan-alasan
lain.
Ilustrasi dibawah ini menggambarkan model mentang antara designer
dan operator. Designer berhubungan dengan kondisi-kondisi ideal atau rata-rata,
dan tidak dengan sistem aktual yang dibuat. Sistem tersebut sangat mungkin berbeda dari
spesifikasi dasar designer karena melalui variasi-variasi pada fabrikasi
dan konstruksi atau karena penyempurnaan dan perubahan sepanjang waktu.
Designer mungkin juga menyediakan SOP dasar seperti informasi untuk training
dasar operator berdasar spesifikasi dasar design tersebut. Prosedur tersebut mungkin belum komplit,
karena kehilangan beberapa kondisi yang
mungkin terjadi atau beranggapan bahwa
kondisi tertentu tidak akan terjadi. Kejadian di pembangkit listrik tenaga
nuklir di Three Mile Island menunjukkan hal itu karena designer menganggap
kejadian itu tidak mustahil terjadi.
Sebaliknya, operator harus berhubungan dengan kondisi aktual
sistem yang telah dibuat dan kondisi yang terjadi, apakah diantisipasi atau
tidak. Mereka menggunakan pengalaman operasional dan ujicoba untuk mengetest
model mental dari sistem berhadapan dengan realitas dan menyesuaikan
prosedur-prosedur yang mereka anggap perlu. Mereka juga harus mengatasi masalah
produksi dan berbagai tekanan seperti efisiensi. Hal-hal tersebut mungkin tidak
dipertimbangkan pada rancangan dasar.
SOP (Standard Operating Procedure) tentu secara periodik diperbaharui untuk mencerminkan
kondisi atau pengetahuan terkini. Tetapi antara pembaharuan dan operator harus
seimbang antara :
1.
Penyesuaian prosedur-prosedur pada wilayah
kondisi tidak terantisipasi, yang menuju pada dampak-dampak tidak aman (unsafe
outcomes) jika operator tidak memiliki pengetahuan lengkap pada kondisi pabrik
saat ini atau kekurangan pengetahuan (seperti di Three Mile Island) sebagai
implikasi rancangan pabrik. Jika, pada
peninjauan, operator-operator ternyata salah, maka operator akan disalahkan
karena tidak mengikuti prosedur.
2.
Mendukung prosedur dengan disiplin ketika umpan
balik menyarankan mereka harus beradaptasi, dimana mungkin akan menuju pada
kondisi berbahaya pada kondisi khusus saat ini. Jika pada peninjauan prosedur-prosedur
ternyata salah, operator akan disalahkan
karena disiplin mengikutinya.
Pada umumnya,
prosedur tidak menjamin safety. Tidak ada prosedur sempurna untuk semua
kondisi, termasuk hal yang tidak diantisipasi. Safety berasal dari operator
karena ketrampilannya mengmabil keputusan kapan dan bagaimana mereka
menerapkannya. Safety juga tidak datang dari organisasi yang memaksa operator
untuk mengikuti prosedur tetapi lebih dari organisasi yang memantau dan
memahami gap antara prosedur dan praktek. Mencermati alasan-alasan mengapa
operator tidak mengikuti prosedur dapat menuju prosedur yang lebih baik dan
sistem yang lebih aman. Designer juga
harus menyediakan umpan balik untuk memperbaharui model mental mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar