Minggu, 20 November 2016

Tips Membeli Plat dan Pipa Stainless Steel

Pada umumnya hanya sedikit saja plat dan pipa stainless yang tersedia di pasaran khususnya kota-kota di Indonesia. Apabila kita bandingkan dengan tabel di textbook misalnya maka biasanya kita akan kecewa dengan kondisi tersebut. Demikian juga ketika kita berbagai standarisasi yang digunakan dalam textbook, maka kondisi di pasaran pada umumnya hanya menggunakan satu atau dua macam standard saja. Sehingga kita harus bisa mencocokkan ataupun mencari pendekatan dengan plat ataupun pipa stainless yang kita butuhkan.  Perlu diperhatikan juga bahwa selain plat dan pipa stainless untuk industri juga ada plat dan pipa stainless untuk ornament atau dekorasi. Plat dan pipa stainless untuk industri biasanya warnanya buram (doff), sedangkan yang digunakan untuk ornamen atau dekorasi warnanya mengkilap/gillap (glossy).


Tabel-tabel diatas berasal dari Perry 8th Chemical Engineer's Handbook

Pipa stainless untuk industri pada biasanya juga tidak menyediakan banyak pilihan untuk ketebalan pipa (schedule), dan diameter pipa. Plat stainless untuk industri demikian juga, yakni hanya tersedia rata-rata untuk ketebalan kurang dari 10 mm (1 cm). Untuk itulah perlu menyesuaikan rancangan dengan kondisi pasar tersebut untuk memudahkan penyediaan bahan untuk pembuatan alat teknik atau mesin produksi nantinya. Survey kecil-kecilan ke sejumlah penyedia berbagai material teknis memang diperlukan untuk mengetahui ketersediaannya. Jangan sampai rancangan sudah jadi dan siap dibuat (fabrikasi) tetapi ternyata sebagian atau seluruh material teknis yang sesuai spesifikasi tidak tersedia dipasaran sehingg haru membeli dari luar daerah atau luar negeri. Hal itu selain akan memakan waktu cukup lama untuk penyediaannya (procurement) juga akan memakan biaya tinggi. Pengalaman kami di Yogyakarta untuk plat stainless untuk industri (doff) toko penyedia stainless terlengkap hanya menyediakan dua seri plat, yakni seri 201 dan 304 (foodgrade) seperti dibawah ini. Semakin tinggi kandungan alloy maka stainless steel tersebut memiliki ketahanan korosi yang tinggi tetapi harganya juga semakin mahal. Urutan ketahanan korosi dari seri stainless steel seperti tabel dibawah ini, yakni semakin ke kanan semakin tinggi ketahanan korosinya, yakni pada plat stainless seri 310.
 




Dari sisi pengerjaan atau fabrikasi pada umumnya material stainless steel lebih mahal daripada plat besi untuk ukuran ketebalan maupun diameter yang sama.  Hal ini terutama material stainless steel lebih ulet, kaku dan keras dibanding besi. Sedangkan keunggulan dari material stainless steel terutama karena tahan karat dan lebih tahan kondisi asam dibandingkan besi. 

Selasa, 04 Oktober 2016

Minyak Atsiri Komoditas Top Indonesia


Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun.Industri yang paling banyak menggunakan minyak atsiri adalah industri food flavoring, kosmetik  dan fragnace. Selebihnya ada industri farmasi, pengendalian hama dan serangga, dan lain-lain. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara penghasil minyak atsiri dan masuk dalam 10 besar di dunia. Minyak atsiri yang dihasilkan di Indonesia berbagai macam, ada minyak pala, nilam, cengkeh, mawar, melati, gaharu, dan masih banyak yang lainnya.
Beberapa minyak atsiri andalan Indonesia :

1. Nilam (Patchouli)
Dalam perdagangan internasional nilam dkenal sebagai pathcouly. Minyak nilam digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam komposisi parfum dan kosmetik. Perkiraaan pemakaian dunia pada tahun 2006 sekitar 1500 ton / tahun dan Indonesia adalah produsen utama.

2. Akar Wangi (Vetiver)
Komponen yang menyusun minyak akar wangi yaitu: vetiveron,  vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan disamping itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative). Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton / tahun dan  Indonesia merupakan pemain penting.

3. Sereh Wangi (Citronella)
Komponen terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri, sehingga kadarnya harus memenuhi syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka ragam preparasi teknis. Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2007 lebih dari 2000 ton / tahun dan Indonesia adalah 3 besar  dunia produsen minyak sereh wangi.  Italia adalah salah satu negara yang mengambil secara rutin produk minyak sereh wangi dari Indonesia.

4. Cengkeh (Clove)
Produksi minyak cengkeh Indonesia pada tahun 2007 sekitar 2.500 ton dengan perkiraan pemakaian dunia sekitar 3.500 ton / tahun (Mulyadi, 2008). Walaupun demikian volume ekspor minyak cengkeh sangat kecil, karena sebagian besar minyak cengkeh sudah diolah menjadi produk turunannya sehingga yang diekspor lebih banyak pada produk turunannya, seperti eugenol, eugenol asetat, dll.


5. Pala (Nutmeg)
Minyak pala juga terutama digunakan dalam industri parfum dan pasta gigi. Indonesia memegang peranan penting dalam pasar dunia karena sebagian besar kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia. Lebih dari 60% kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia dengan volume ekspor lebih dari 200 ton/tahun.

6. Jahe (Ginger)
Komponen utama dalam minyak jahe adalah zingiberen, dan zingberol yang menyebabkan bau khas minyak jahe. Minyak jahe digunakan sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), dalam industri penyedap, farmasi dan wangi-wangian. Indonesia masih sebagai produsen jahe ketiga terbesar dunia di pasar global, padahal secara iklim dan kesesuaian lahan Indonesia sangat potensia, sehingga potensinya dapat ditingkatkan.

7. Kenanga (Cananaga)
Dalam industri, minyak kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun. Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun.

8. Cendana (Sandalwood)
Komponen utama dalam minyak cendana adalah santanol. Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton/tahun. Indonesia pernah menduduki peringkat ke-2 dunia produsen minyak cendana. Sandalwood oilmemegang peranan penting dalam industri wewangian. Selain dapat digunakan untuk minyak wangi sendiri, dapat pula untuk pengikat minyak wangi mahal (Violet, Cassie, Rose, Reseda, dan Ambete).

9. Masoi
Minyak masoi dihasilkan dari proses penyulingan kulit kayu masoi, mempunyai  bau wangi (sweetish oil) dan terasa pedas jika terkena kulit. Minyak ini mengandung sekitar 80% eugenol, dan 6% terpene dan safrole. Minyak ini merupakan sumber natural laktone. Kandungan safrole dalam minyak masoi dibutuhkan dalam industri kimia, untuk pembuat heliotropin, bahan baku celluloide (film), kosmetik dan wewangian. Minyak masoi diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun.

10. Kayu Manis (Cinamon / Cassia)
Minyak kayu manis yang diperoleh dariCinnamomum zeylanicum Ness disebut minyak Cinnamon,sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyakCassia.Minyak kayu manis dipergunakan sebagai flavouring agentdalam pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun.

11. Melati (Jasmine)
Minyak bunga melati umumnya dipergunakan sebaga zat pewangi parfum kelas tinggi. Minyak ini biasanya diekspor ke Singapura, Australia, Eropa, Timur Tengah, India, China, dan Thailand.

Selasa, 09 Agustus 2016

Simulasi Produksi dan Pemurnian Biogas dari Limbah Cair Pabrik Sawit

Pendidikan dan pelatihan yang memadai akan membuat para operator maupun engineer di pabrik memiliki pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan yang memadai untuk menjalankan pabrik tersebut. Demikian juga pada pabrik biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau pome (palm oil mill effluent). Pabrik biogas di pabrik kelapa sawit memiliki kapasitas yang cukup besar, yakni sebanding dengan kapasitas pabrik sawit itu sendiri. Pabrik sawit dengan kapasitas pengolahan TBS  30 ton/jam setara kurang lebih 1 MW pembangkit listrik biogas, kapasitas pengolahan TBS 45 ton/jam setara 1,5 MW dan kapasitas pengolahan TBS 60 ton/jam setara 2 MW. Investasi atau biaya untuk pembangunan pabrik biogas tersebut juga cukup besar sehingga keberlangsungan operasional sesuai target pembangunannya merupakan hal yang cukup penting.  Saat ini ada lebih dari 600 pabrik sawit di Indonesia dan 400 pabrik sawit di Malaysia, sehingga potensi pabrik-pabrik biogas yang akan dibangun juga banyak.


Pada pabrik biogas pada umumnya ada dua tahapan proses sebelum produk biogas (biomethane) tersebut bisa dimanfaatkan, yakni unit produksi biogas dari pome dan unit pemurnian biogas untuk mencapai kadar metana tinggi (>95%).  Pada produksi biogas dari pome, kontak antara pome (substrate) dengan mikroba pengurai (inoculum) sehingga menjadi campuran yang homogen adalah hal penting untuk mendapatkan kuantitas atau yield biogas yang besar. Reaktor alir tangki berpengaduk (RATB) atau reaktor kontak atau CSTR (continous stirred tank reactor) adalah sarana yang efektif untuk mendapatkan kontak bahan-bahan tersebut. Kontak yang bagus atau pencampuran (mixing) yang merata antara substrate dan mikroba tersebut telah terbukti meningkatkan yield atau kuantitas biogas yang dihasilkan artinya proses fermentasi yang terjadi lebih sempurna. CSTR atau RATB adalah juga bentuk  paling  umum  untuk  pengolahan  dengan  kandungan  padatan  rendah  dan   dirancang  pada  umumnya untuk  menangani  limbah  organik  dengan  kandungan  padatan  (TS=Total  Solid)  2-10%. RATB atau CSTR atau reaktor  kontak  dirancang untuk mengakomodasi waktu proses  yang  lama, pengadukan  mekanis dan  metode untuk  memanaskan atau  mendinginkan suatu reaksi.


Pemisahan satu atau lebih komponen dari campuran gas dengan absorbsi berbasis pada transfer massa yang dikontrol terutama oleh laju difusi adalah salah satu teknologi yang banyak digunakan pada pemurnian biogas.   Aseton dapat direcovery dari campuran aseton-udara dengan melewatkan aliran gas ke dalam air sehingga aseton terlarut dan udara mengalir keluar. Hal yang sama juga terjadi pada amonia ketika dipisahkan dari campuran amonia-udara dengan absorbsi di air. Pada pemurnian biogas dengan absorbsi air (water absorber/water scrubber) gas CO2 dan H2S terlarut dalam air. Contoh-contoh diatas adalah proses absorbsi gas ke cairan sebagai proses fisika, reaksi kimia tidak terjadi. Ketika nitrogen oksida mengalami absorbsi di air menjadi asam nitrat atau karbondioksida mengalami absorbsi pada larutan sodiumhidroksida maka terjadilah reaksi kimia. Pemurnian biogas menggunakan larutan amina seperti mono-ethanolamin (MEA) atau di-ethanolamin (DEA) ataupun metil di-ethanolamin (MDEA) serta senyawa alkali seperti sodium, potassium dan kalsium hidroksida maka akan terjadi reaksi kimia. MEA dan DEA banyak digunakan karena kondisi proses yang dapat dilakukan pada suhu lingkungan dan tekanan 1 bar, namun untuk proses regenerasi larutan absorbsi (absorben) membutuhkan panas berkisar 90-120 C. Proses absorbsi baik yang hanya melibatkan proses fisika maupun melibatkan reaksi kimia hampir semua dilakukan pada menara atau kolom bahan isian (packed column). Mengetahui dan memahami seluk beluk teknologi kolom bahan isian adalah hal penting pada unit pemurnian biogas.


Simulasi pencampuran (mixing) untuk mendukung proses produksi biogas dari pome dan hidrodinamika kolom bahan isian  untuk unit pemurnian biogas-nya sangat disarankan bagi para operator maupun engineer pabrik biogas tersebut. Pabrik kelapa sawit khususnya yang memiliki pabrik biogas tersebut sebaiknya menyediakan sarana tersebut. Bagi yang ingin mendapatkan brosurnya silahkan mengirim email ke: cakbentra@gmail.com 

Selasa, 12 Juli 2016

Memanen Biomethane Dari Kebun Sawit


Saat ini ada sekitar 1.100 pabrik kelapa sawit di kawasan Asia Tenggara, dari jumlah tersebut Indonesia memiliki kurang lebih 600 pabrik sawit dan Malaysia sekitar 400 pabrik sawit. Saat ini juga Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil) no. 1 di dunia dengan produksi lebih dari 23 juta ton/tahun.  Tanaman kelapa sawit yang awalnya hanya empat pohon  pada tahun 1848 di Indonesia, saat ini telah ditanam mencapai sekitar 9 juta hektar. Sedangkan di Malaysia luas perkebunan sawit sekitar 5 juta hektar.   






Kapasitas pabrik sawit di Asia Tenggara beroperasi antara 45 MT TBS/jam – 90 MT TBS/jam, atau secara umum bisa diambil rata-rata bahwa pabrik sawit dirancang pada 60 MT TBS/jam atau sekitar 25.000 MT per bulan atau sekitar 300.000 MT per tahun. Tercatat Malaysia mampu memproduksi lebih dari 100 juta MT TBS (tandan buah segar) pada tahun 2014. Setiap ton TBS akan menghasilkan kisaran 120-200 kg minyak kelapa sawit (CPO), 230-250 kg tankos (tandan kosong kelapa sawit),   130-150 serat/sabut buah, 60-65 kg cangkang (shell), 55-60 kg kernel dan 0,7 m3 limbah cair (POME). Limbah cair pabrik sawit tersebut dihasilkan dari proses sterilisasi TBS, proses penjernihan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), yaitu pemerasan, memisahkan dan penjernihan, dan proses pemerasan tankos. Saat ini ada lebih dari 50 juta ton air limbah pabrik sawit (POME) ini setiap tahunnya dengan potensi listrik yang bisa dibangkitkan dari biogas lebih dari 1200 MW.  Porsi energi terbarukan termasuk didalamnya biogas dan juga biomasa sebagai sumber energi dalam proyeksi national energy mix Indonesia sebenarnya juga tidak terlalu besar yakni 17%, sedangkan dalam level international (global) adalah 13%. Walaupun porsinya belum besar tetapi karena seiring kesadaran masalah lingkungan terutama masalah perubahan iklim dan pemanasan global karena konsentrasi CO2 di atmosfer telah melebihi 400 ppm, maka seiring waktu biogas semakin diakselerasi dan ditingkatkan produksinya.   



Sebuah peraturan baru di industri kelapa sawit Malaysia, yang menetapkan semua pabrik kelapa sawit harus memiliki fasilitas penangkap methana paling lambat tahun 2020. Pabrik kelapa sawit tanpa solusi masalah metana sampai tahun 2020 akan kehilangan ijin mereka. Salah satu solusi masalah itu adalah menutup kolam limbah sawit dan biogas yang dihasilkan lalu dibakar di flare, tentu bukan solusi terbaik karena hanya menghabiskan biaya terutama karena alasan mempertahankan ijin produksi CPO. Pelepasan metana dari sistem pengolahan POME menyumbang hingga 70% dari total emisi gas rumah kaca dalam keseluruhan proses produksi CPO  dan pemanfaatan sebagai bahan baku biogas sebagai sumber panas dan/atau listrik adalah pilihan terbaik, karena selain manfaat lingkungan juga manfaat atau keuntungan secara ekonomi. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2014, Peraturan Menteri Nomor 27/2014 tentang feed-in-tariff untuk energi terbarukan dari biomasa dan biogas mendorong minat penjualan listrik dari konversi biogas POME menjadi energi ke jaringan PLN. Jual beli listrik yang dapat dilakukan antara pemilik pabrik sawit dengan PLN yakni melalui perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) atau perjanjian penjualan kelebihan kelebihan daya listrik (excess power). Adanya Peraturan Menteri tersebut telah turut membantu mendorong dan mengakselerasi pemanfaatan POME sebagai sumber energi listrik.  

Jumat, 24 Juni 2016

Mengapa Produk Akhir Biogas Biasa Disebut Bio-CNG Atau Bio-LNG, Dan Bukan Bio-LPG?



Produk akhir biogas juga biasa disebut dengan bio-metana (biomethane) karena setelah proses pemurnian kandungan gas metana-nya pada umumnya lebih dari 95%. Hal itulah mengapa produk akhir biogas atau biomethane tersebut juga disebut Bio-CNG atau Bio-LNG ketika sudah dicairkan karena komposisinya yang sebagian besar berupa gas metana. CNG dan LNG adalah gas alam yang dihasilkan dari perut bumi yang kandungan utamanya juga gas metana.


Sedangkan LPG adalah gas yang berasal dari kilang minyak bumi dengan kandungan utamanya adalah gas propana. Hal inilah yang membedakan antara bio-metana dengan gas LPG, sehingga karena perbedaan kandungan atau kompoisisi gas tersebut maka bio-metana tidak bisa disebut dengan Bio-LPG.

Kamis, 23 Juni 2016

Kecil Lebih Mahal : Studi Kasus Pemurnian Biogas

Pemurnian biogas hingga menjadi biomethane yang kualitasnya seperti CNG atau LNG di pasaran sangat mungkin dilakukan dalam skala kecil. Prinsip atau metode pemurnian tersebut sama seperti pada skala besar, tetapi pada skala kecil ternyata membutuhkan biaya yang lebih mahal terutama untuk pembuatan unit pemurnian biogas tersebut. Hal ini karena semua peralatan atau perlengkapan pada dasarnya sama seperti skala besar, bahkan sejumlah peralatan atau perlengkapan penunjang di pasaran hanya tersedia pada ukuran besar atau standar sehingga apabila digunakan untuk skala lebih kecil akan banyak melakukan penyesuaian atau kustomisasi. Hal ini bisa dianalogikan ketika penggunaan umum atau produksi massal adalah sepeda motor 100 cc hingga 200 cc, lalu ada sebuah pesanan untuk membuat sepeda motor 50 cc atau 75 cc. Sebuah studi tahun 2013 di Eropa menunjukkan bahwa biaya atau investasi yang dibutuhkan berkisar 1.500-2.000 Euro/Nm3/jam untuk kapasitas raw biogas lebih besar dari 800-1.000 Nm3/jam. Sedangkan untuk kapasitas kecil biaya investasi meningkat secara signifikan yakni 360.000 – 460.000 Euro untuk raw biogas 60 – 72 Nm3/jam atau   6.000 – 6.400 Euro/Nm3/jam.

Berdasarkan data diatas maka sebuah unit pemurnian biogas sebaiknya dibuat dengan skala cukup besar sehingga bisa ekonomis. Harga bahan bakar gas yakni CNG atau LNG ataupun bahan bakar kendaraan seperti minyak diesel dan bensin, juga bisa digunakan sebagai pembanding untuk keekonomian produk biomethane yang dihasilkan nantinya. Ada banyak sumber pada dasarnya sebagai bahan baku biogas ini terutama sejumlah bahan-bahan organik yang cepat membusuk. Rute biologis (bio-processing) atau fermentasi akan lebih sesuai untuk pengolahan limbah-limbah tersebut apabila dibandingkan rute thermal misalnya, seperti pembakaran, pirolisis atau gasifikasi maupun densifikasi (pemadatan) misalnya seperti pembriketan dan pemelletan. Apabila tidak dimurnikan maka kualitas biogas sangat rendah, karena banyaknya kontaminan/pengotor terutama gas CO2, sehingga nilai kalor-nya rendah. Raw biogas dengan komposisi hanya 50-60% metana tidak efisien bahan bakar pembakaran langsung (direct combustion), selain itu kontaminan berupa H2O dan H2S korosif terhadap logam.


Perbandingan lain yang bisa dibuat yakni setiap m3 biogas dengan kandungan 65% metana memiliki nilai kalor setara 6,5 kWh sedangkan pada biogas dengan kandungan 97% metana (biomethane) memiliki nilai kalor setara 9,7 kWh. Nilai 9,7 kWh tersebut tidak berbeda jauh atau  bisa bersaing dengan bahan bakar lain yakni minyak diesel 9,8 kWh dan bensin 9,1 kWh. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pemurnian / upgrading biogas menjadi biomethane dengan spesifikasi nilai kalor tinggi dan tidak korosif dibutuhkan sebagai bahan bakar kendaraan, pembangkit listrik atau sumber pada skala produksi tertentu yang ekonomis untuk dijalankan/dioperasikan.  

Sabtu, 21 Mei 2016

Pemurnian Biogas Dengan Kolom Water Absorber-Stripper


Seiring dengan besarnya kebutuhan energi yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi fossil telah mendorong pemanfaatan energi terbarukan, yang salah satunya adalah biogas. Biogas yang dihasilkan kemudian bisa dimurnikan sehingga bisa digunakan sebagai sumber panas, listrik maupun bahan bakar kendaraan. Komponen utama biogas adalah gas metana, yang setiap bahan organik memiliki kandungan berbeda-beda. Kisaran gas metana dalam biogas (raw biogas) antara 50% - 60%, sedangkan gas karbondioksida menempati peringkat kedua dengan prosentase berkisar 40%-60% atau sebagai kontaminan utama, diikuti gas-gas lain seperti H2S, H2O, N2, H2 dan O2. Gas CO2 dan H2S dengan adanya uap air akan bersifat korosif pada generator untuk produksi listrik maupun kendaraan (IC engine/Internal Combustion Engine), sehingga prosentasenya harus dibuat serendah mungkin atau kadar metana dibuat setinggi mungkin.  Kadar metana yang tinggi berarti juga meningkatkan nilai kalor biogas tersebut.



Salah satu metode untuk pemurnian biogas adalah dengan water absorber (water scrubber) yakni berdasarkan absorbsi fisik. Pemurnian ini dilakukan dengan prinsip kontak gas-cair secara lawan arah (counter-current) pada suhu lingkungan dan bertekanan. Pemurnian biogas dengan cara ini paling banyak digunakan karena paling mudah dan paling murah, ditambah ada sejumlah keuntungan lain berupa lebih stabil, lebih aman dan ramah lingkungan. Gas CO2 dan H2S terlarut dalam cairan absorben (air) melalui aliran bawah kolom. Hal ini disebabkan gas CO2 dan H2S lebih soluble dibanding gas CH4 di dalam air. Pada praktek water absorber ada 2 cara yang dilakukan yakni water absorber dengan regenerasi dan water absorber tanpa regenerasi. Water absorber dengan regenerasi membutuhkan sedikit air dan water absorber tanpa regenerasi membutuhkan banyak air.


Pada water absorber dengan regenerasi selanjutnya air yang mengandung CO2 dan H2S kemudian diregenerasi ke dalam kolom stripper. Dengan metode tersebut mampu dihasilkan biogas dengan kandungan CH4 95% dan yield CH4 mencapai 97%. Keuntungan proses ini adalah mudah dalam meregenerasi absorbent dan simultan dalam H2S dan CO2 removal. Dalam meregenerasi air perlu diperhatikan nilai baku mutu air dengan kadar baku mutu H2S dala air adalah 0,05 mg/L. Jika kadar H2S sudah mendekati batas baku mutu maka air harus diganti dengan air murni.



Kolom bahan isian (packed column) maupun kolom stage-wise contact seperti bubble cap column dan plate column bisa digunakan untuk pemurnian biogas seperti diatas. Pada prakteknya kolom bahan isian lebih banyak digunakan untuk maksud tersebut. Pemilihan packing pada kolom bahan isian adalah hal penting untuk meningkatkan efisiensi proses tersebut. Hidrodinamika terutama pada kolom bahan isian adalah fenomena proses yang seharusnya perlu diketahui oleh operator maupun engineer proses pemurnian biogas tersebut. Ujicoba skala laboratorium akan banyak membantu pemahaman proses bagi operator maupun engineer untuk menunjang optimalisasi kinerja unit pemurnian biogas tersebut.
Proses water absorber berdasarkan dari perbedaan kelarutan CH4 dan CO2 di air. Gas CO2 lebih terlarut daripada gas CH4, sehingga ketika raw biogas dikontakkan dengan air, hampir semua CO2 dari raw biogas tersebut terserap ke dalam air. Pada akhirnya tingkat kemurnian yang tinggi yakni 95% dengan yield yang tinggi juga yakni bisa lebih 95% bisa tercapai. H2S juga lebih terlarut (soluble) daripada CH4 sehingga akan terserap ke dalam air secara simultan bersama CO2. Saat ini ada beberapa teknik pemurnian biogas yang banyak (populer) dan favorit digunakan pada industri komersial yakni absorbsi (penyerapan) fisis menggunaan air atau pelarut organik, absorbsi kimia menggunakan MEA atau DEA, dan adsorbsi (penjerapan) padatan dengan arang aktif (activated carbon). Water absorber khususnya adalah teknik yang populer yang digunakan untuk pemurnia biogas di Swedia dan inilah juga yang kelihatannya paling cocok diterapkan di Indonesia. Pada kesempatan yang lain berbagai teknik pemurnian tersebut insyaAllah akan kita bahas.

Sedangkan masalah di sektor hulu adalah bagaimana meningkatkan yield biogas. Apabila target yield tidak tercapai maka kuantitas energi dari biogas tidak akan terpenuhi. Pada kasus produksi biogas dari limbah pabrik sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent) dengan output berupa listrik yang dijual ke pihak lain seperti PLN atau industri, apabila jumlah dan kualitas listrik tersebut tidak mampu memenuhi target produksi maka usaha atau aktivitas tersebut akan merugi. Untuk bisa mendapatkan output listrik yang jumlah dan kualitas sesuai target sangat terkait pada sektor hulu berupa yield (raw) biogas dari fermentasi (bio-proses) bahan bakunya (substrat) dan sektor lebih hilir berupa pengolahan atau pemurnian (raw) biogas tersebut. Aktivitas mikroba pada produksi (raw) biogas tersebut sangat terpengaruh dari suhu, konsentrasi substrat, waktu proses (residence time) dan hampa udara (anaerob). Kondisi optimal harus dibuat sehingga kinerja mikroba biogas juga optimal, termasuk adalah pemilihan mikroba yang akan digunakan untuk mengurai substrat tersebut menjadi biogas. Sejumlah teknik terkait ini bisa digunakan untuk mencapai kondisi optimal tersebut.